Minggu, 21 Oktober 2012

Penerapan Bahasa Baku Sebagai Refleksi Kewibawaan Karya Tulis Akademik




Dalam karya tulis akademik, eksistensi bahasa baku mutlak diperlukan sebagai sarana untuk mempresentasikan ide seorang penulis. Di samping itu, situasi dan kondisi karya tulis akademik memang tergolong ke dalam ragam yang resmi sehingga bahasa baku pun harus diaplikasikan didalam situasi tersebut.
           
Bahasa baku merupakan hal yang tergolong rumit untuk diterapkan oleh karena bagi sebagian orang bahasa  baku dirasa kurang familiar dan enjoyable. Karenanya pula, bahasa baku memiliki susunan yang sistematis dan tepat sehingga diperlukan kearifan dan kemampuan yang memadai untuk menerapkannya. Bagi sebagian orang pula, bahasa oral sehari-hari atau bahasa percakapan nonformal/tidak baku akan lebih mudah dan enjoyable untuk diterapkan karena kearifan yang mereka miliki sudah memadai di bidang bahasa tersebut. Lagi pula, bahasa tersebut memang telah mendominasi keseharian mereka sehingga didalam penerapannya tidak terdapat kesulitan yang serius. Akan tetapi, aspek kewibawaan bahasa nonformal sangat lebih rendah dari bahasa formal sehingga ragam bahasa baku menjadi lebih pantas dimandatkan sebagai elemen penting didalam karya tulis akademik. Misalnya, kalimat “Saya tidak menyukai Anda” (baku) dibandingkan dengan kalimat “Saya nggak suka anda” (tidak baku), maka kewibawaan pun akan terlihat lebih menonjol didalam kalimat baku tersebut. Untuk itu, seorang penulis didalam dunia akademik harus berkomitmen untuk mempelajari ragam tulisan baku secara mendalam agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan fatal yang bertentangan dengan aturan akademik itu sendiri dan tentunya agar efek kewibawaan didalam tulisannya pun bisa muncul dan terlihat lebih sempurna.

Untuk mencapai kearifan yang lebih mengenai ragam tulisan baku tersebut, diperlukan strategi ekstra yang lebih meyakinkan, diantaranya dengan cara berusaha untuk menambah kosa kata baru,  bahasa serapan, dan istilah-istilah penting, lalu berlatih untuk menerapkannya melalui bimbingan para senior atau guru yang lebih tahu mengenai hal tersebut, dan terakhir berusaha menyempatkan diri untuk membaca karya tulis ilmiah yang sudah populer di kalangan akademik agar wawasan semakin bertambah.
             
             

Selasa, 02 Oktober 2012

PENDIDIKAN: Apa Makna dari Nasionalisme dan Pancasila?


Makna Nasionalisme dan Patriot Pancasila

Begitu banyak pengertian-pengertian yang menyiratkan makna nasionalisme dan pancasila. Namun dari pengertian tersebut, jarang sekali kita menemukan seseorang ataupun banyak orang yang benar-benar mengaplikasikannya dalam dunia nyata. Seperti halnya dengan pengertian yang diutarakan oleh Bapak  Yulianto, Satpam UGM, bahwasanya nasionalisme itu adalah rasa cinta pada bangsa dengan tujuan mempertahankan kedaulatan negara. Sedangkan pancasila adalah lima asas yang menjadi pondasi paling dasar dalam menetapkan sumber-sumber hukum lainnya. Coba kita jelajah lagi dari pada makna yang terkandung dalam pengertian tersebut. Pada kalimat “rasa cinta” dari pengertian nasionalisme tersebut, apakah dua kata ini memang benar-benar diaplikasikan dengan baik atau bahkan tidak sama sekali? Jika kita ambil contoh dalam pertandingan sepak bola. Dari berbagai media berita banyak sekali yang mengabarkan tentang perkelahian yang terjadi diantara dua kubu supporter antar dan dalam satu kesatuan Republik Indonesia (lih. persija heran ada suporter tewas).

       Sungguh buruk jika contoh hal diatas menjadi budaya turun-temurun bangsa Indonesia, karena hal tersebut memang tidak layak untuk dilakukan dan betul-betul sudah mencerminkan kebalikan dari arti “rasa cinta” dari pada nasionalisme dan juga dari pada arti sila  ke-3 “persatuan Indonesia” (lih. makna sila pancasila) itu sendiri. Kejadian ini pula telah menggambarkan kita akan nasionalisme nafsu amarah dan sila kesesatan yang diaplikasikan secara tidak sadar. Pun sudah barang tentu hal ini sangat bertentangan dengan nasionalisme dan pancasila yang sebenarnya. Memang tak dapat dipungkiri lagi jika satu bangsa dan negara saling bertubrukan. Hal itu mungkin saja dikarenakan tidak terbimbingnya rasa nasionalisme dan ketaatan pancasila yang sebenarnya di dalam diri setiap  Individu.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap masyarakat betul-betul dituntut untuk menjaga persatuan dan kesatuan yang ada di dalamnya. Hal ini disebabkan agar terjaganya kerukunan dan rasa saling bersaudara diantara sesama rakyat. Jika kita pandang dari segi nasionalisme, maka rakyat sangat identik dengan persatuan karena rakyat tidak akan terwujud jika hanya ada satu orang di dalam suatu daerah, bangsa, dan negara. Maka oleh sebab itu, faktor terpenting di dalam menjaga persatuan dan kesatuan adalah sikap nasionalisme itu sendiri. Yang mana di dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu harus paham dan ikhlas dalam menjalankan maksud dari sikap nasionalisme.

Nasionalisme dan pancasila tak akan pernah bisa dipisahkan karena sistem dan aturan nasionalisme itu sendiri terdapat di dalam pancasila. Jika ingin tahu makna nasionalisme yang sebenarnya, maka seseorang harus paham makna dari pancasila itu sendiri. Setiap bait pancasila memiliki butir-butir yang sangat meluas dan tentunya banyak menggambarkan aturan-aturan yang baik untuk masyarakat. Jika setiap anggota masyarakat mampu dalam memahami dan menjalankan maksud pancasila tersebut, maka dengan penuh keyakinan bangsa ini akan saling makmur dalam persatuan nasionalisme. Sudah barang tentu jika pengangguran, rakyat miskin, anak terlantar, dan sebagainya, akan terkena dampak positif dari sikap nasionalisme berpancasila tersebut.

Pak Suradi juga tak kalah hebat dalam mendefinisikan makna nasionalisme ini. Ia mengemukakan bahwasanya nasionalisme itu merupakan rasa kebangsaan yang mencakup segala suku, agama, perbedaan, hingga menciptakan persatuan dan kesatuan. Jika kita mengaitkan dengan penjelasan sebelumnya, bahwasanya rakyat itu identik dengan persatuan, maka kita pun akan menemukan beberapa tambahan komponen dari pengertian Pak Suradi ini. Seperti halnya ketika kita bicara soal perbedaan suku, ras, agama, dan sebagainya, maka hal inilah yang menjadi komponen terbentuknya persatuan tersebut. Jika taka ada perbedaan maka tak ada yang namanya persatuan.

Begitu banyak manusia yang hidup di tanah Indonesia ini. Namun semakin banyak yang hidup dan berkembang melewati rentetan zaman dan waktu, maka semakin hilang juga peradaban nasionalisme di dalam bangsa. Sebenarnya begitu besar harapan rakyat bagi pemerintah, agar para penggerak pemerintahan tersebut mencontohkan kandungan makna dari nasionalisme yang berpancasila dalam aplikasi kehidupan pribadinya masing-masing. Sehingga dengan demikian, rakyat pun merasa lega dengan sikap penjabat pemerintah tersebut. Pun sudah barang tentu jika hubungan masyarakat dengan penjabat pemerintahan pun akan terkesan damai dan makmur, walaupun mungkin akan masih ada sedikit gejala atau pengaruh tertentu yang berlawanan. Namun yang terpenting adalah hal yang berlawanan tersebut dapat dikurangi setidaknya.

PENDIDIKAN; WAWANCARA SEPUTAR KEHIDUPAN SENIMAN



Para Pelaku Seni di Era Modern

                      1.      Pendahuluan

                Seni pada awalnya merupakan proses dari manusia. Oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Pada saat-saat sekarang,seni bisa dilihat melalui berbagi media seiring berkembangnya zaman. Seni juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan atau estetika.
Seni begitu sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai. Masing-masing individu seniman cenderung memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih media, dan suatu set peraturan untuk penggunaan media itu.
Suatu paket nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat media itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, ungkapan, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk media itu. Walaupun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain pada masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk.
Berbagai macam seni tradisional kini kurang diminati oleh masyarakat. Misalnya saja ketoprak. Padahal, ketoprak merupakan budaya asli Indonesia, tapi peenduduk Indonesia malah cenderung berminat pada budaya barat. Seni lain yang juga kadang kurang diminati adalah melukis secara manual. Kini seiring berkembangnya teknologi orang-orang lebih memilih menggunakan program-program tertentu untuk membuat gambar.
Laporan ini bertujuan untuk memperlihatkan profil para seniman serta perkembangan seni yang tengah berkembang di lingkungan kampus dan perbedaan yang ada dengan perkembangan seni di luar kampus. Selain itu, laporan ini juga ingin menunjukkan perbedaan kontras pada eksistensi seniman kampus dan seniman di luar kampus.

 2.      Wawancara dengan Seniman Kampus dan Seniman Luar Kampus

a.      Seniman Kampus

Nama                                       : Tri Widyarto
Tempat/Tanggal lahir              : Sleman, 26 Juli 1989
Alamat                                    : Talak Ijo, Trihardjo, Sleman, D.I. Yogyakarta
Anak ke                                   : 3 dari 3 bersaudara
Pekerjaan                                 : Mahasiswa
No. Telpon / E-mail                 : 08985007117 / trexerr@yahoo.com

Tanya  : Mas mulai kenal dengan dunia Seni, khususnya Ketoprak ini semenjak kapan?
Jawab : Saya mulai kenal dengan dunia ketoprak ini semenjak saya masuk fakultas ini, itu pada tahun 2009.
Tanya : Sudah berapa lama Mas Tri aktif dalam dunia Ketoprak ini?
Jawab  : Kurang lebih saya sudah aktif mengikuti Ketoprak ini selama 3 tahun.
Tanya  : Kesannya apa mas? Kenapa milih seni ketoprak daipada seni yang lainnya?
Jawab  : Ketoprak itu asyik dan seru untuk dipelajari. Seni yang sederhana, tapi bisa di mix dengan seni yang lain sehingga menghasilkan karya yang lebih menarik. Yang menarik lagi, ketoprak ini dimainkan secara spontan, jadi mampu mengasah konsentrasi kita juga.
Tanya : Yang memotivasi Mas Tri bermain ketoprak ini siapa? Ada tidak?
Jawab : Sebenarnya bukan motivasi. Mungkin sudah dari darah bapak saya. Bapak saya dulu juga pemain ketoprak, kakek saya yang memberitahu tahu saya. Bapak saya tidak pernah memberitahu saya kalau dia dahulunya pemain ketoprak juga.
Tanya  : Kalau boleh tau. Nama Grup Ketoprak di FIB ini apa Mas? Struktur organisasi dan anggotanya bagaimana aktivitasnya dan perlengkapan nya?
Jawab  : Nama Grup Ketoprak nya itu Ketoprak Lesung Sastra Budaya. Dalam grup ini terbagi menjadi 4 manajemen. Manajemen panggung yang bertugas mengatur tata panggung, manajemen produksi yang bertugas memproduksi alur cerita, manajemen make-up dan wardrobe, dan manajemen musik. Anggota yang aktifnya ada 18 orang, namun bila perlu pemain tambahan, kita mengajak atau merekrut mahasiswa-mahasiswa yang masih aktif di FIB. Lalu, kalau kostum biasanya kami menyewa. Kami juga memiliki kostum sendiri tapi jumlahnya terbatas.
Tanya : Ketoprak ini jadwal latihan tetapnya kapan? Ada pelatihnya tidak?
Jawab : Setiap hari kamis. Pelatihnyanya kakak angkatan, kadang-kadang alumni dari ketoprak ini juga melatih kami.
Tanya : Adakah kendala dalam perjalanan Mas selama 3 tahun di Ketoprak ini?
Jawab  : Ada, yaitu sulitnya mencari dana untuk pagelaran.
Tanya : Dukungan dari dosen ada apa tidak?
Jawab : Ada, tapi bukan secara materiil melainkan secara moral, seperti mengundang dalam suatu acara kampus.
Tanya : Pertanyaan terakhir mas. Harapan mas untuk Ketoprak Lesung Sastra Budaya ini apa?
Jawab : Harapannya ya ingin grup ini tidak hanya main di lingkungan kampus. Kalo harapan lebih tingginya lagi bisa di undang ke universitas lain yang di luar kota

                Tri Widyarto atau Tri yang merupakan kelahiran 26 Juli 1989 adalah seorang mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Anak ke-3 dari tiga bersaudara ini menyukai ketoprak. Ia mulai masuk kedalam dunia ketoprak pertama kali semenjak masuk kuliah di UGM pada tahun 2009 hingga sekarang ini. Alasan Tri atau Mas Tri menggeluti dunia ketoprak karena seni yang satu ini menarik, karena dari seni yang sederhana yang bias di gabungkan dengan seni lain sehingga lebih menarik. Bagi dia yang lebih menarik dari ketoprak ini, yaitu akting nya secara spontan dengan improvisasi masing-masing individu. Beliau berkata bahwa ketoprak ini sudah mendarah daging dari bapaknya. Itupun beliau mengetahui dari cerita Eyang nya.
            Kelompok atau grup ketopraknya bernama Ketoprak Lesung Sastra Budaya. Biasanya mengadakan latihan setiap kamis sore. Dalam grup ketoprak ini terbagi dalam empat manajemen, yaitu manajemen panggung yang bertugas mengatur dan mencari panggung atau tempat pementasan, manajemen produksi yang bertugas memproduksi karya ketoprak yang akan dipentaskan, manajemen make-up dan wardrobe, dan manajemen musik pengiring. Anggota yang aktif saat ini ada 18 orang.
Kendala yang paling berpengaruh dalam ketoprak ini adalah susah dalam mencari dana, dan beliau juga berkata kostum dalam ketoprak terbatas sehingga harus menyewa. Dukungan dari dosen memang ada, namun bukan sebagi materil melainkan dosen mengundang untuk tampil di acara kampus. Harapan Mas Tri untuk Ketoprak Lesung agar bisa mementaskan hasil karyanya keluar UGM hingga universitas-universitas diluar kota Yogyakarta.

b.      Seniman Luar Kampus

Nama                           : Mono
            Tempat, tanggal lahir  : Purworejo, 12 Mei 1990
            Alamat asal                 : Baledono, Purworejo, Jawa Tengah
Tempat kerja               : Pigura “Kappie” utara perempatan Sagan
            Pekerjaan                     : Seniman lukis wajah dan pembuat pigura
            No. Telepon                : 087839564661
           
Tanya  : Sudah berapa lama anda menekuni bidang ini?
Tanya  : Dari siapa anda belajar melukis? Siapa yang mengajari anda?
Jawab  : Saya berlajar melukis itu dari kakak saya. Beliau juga seorang pelukis.
Tanya  : Berapa lama anda belajar melukis hingga bisa atau ahli seperti sekarang?
Jawab  : Saya belajar melukis sampai bisa seperti sekarang memakan waktu sekitar lima bulan. Saya juga belajar sendiri agar lebih mampu melatih kepekaan terhadap seni.
Tanya  : Apa saja kunci agar bisa ahli ataupun menguasai dalam bidang ini?
Jawab  :Hal terpenting adalah kesabaran. Siapapun harus sabar ketika mempelajari sesuatu. Hal ini sangat berguna karena jika seseorang tidak sabar maka dia akan mudah putus asa dan bidang yang akan dipelajari menjadi sulit dikuasai.
Tanya  : Apa saja yang anda lakukan atau kerjakan selama menekuni bidang seni?
Jawab  : Saya membuat lukisan dan juga pigura.
Tanya  : Lukisan jenis apa yang biasanya anda buat?
Jawab  : Saya biasanya membuat lukisan jenis pemandangan alam, binatang-binatang, dan sketsa wajah manusia. Namun, sebagian besar karya saya adalah hasil pesanan dari para pembeli ataupun pelanggan sehingga sangat beraneka ragam.
Tanya  : Kalau kami boleh tahu, berapa harga per sketsa wajah manusia?
Jawab  : Harga untuk menggambar sketsa wajah manusia hingga jadi adalah seratus lima puluh ribu rupiah.
Tanya  :  Apa harga itu sudah termasuk dengan piguranya?
Jawab  : Belum.
Tanya  : Kalau untuk harga pigura itu sendiri berapa harganya?
Jawab  : Pigura memilik harga bermacam-macam. Harganya berkisar dari dua puluh lima ribu sampai tiga puluh ribu rupiah tergantung dari ukuran dan tingkat kesulitan untuk membuatnya. Sertabahan untuk membuatnya. Pigura yang menggunakan kaca memiliki harga tiga puluh ribu.
Tanya  : Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah pigura?
Jawab  : Untuk membuat pigura dibutuhkan waktu sekitarlima belas menit.
Tanya  :  Apa anda pernah mengalami hal yang kurang berkenan ketika menekuni bidang seni ini?
Jawab  : Alhamdulillah Selma ini saya belum pernah mengalami hambatan yang begitu berarti. Hanya masalah-masalah kecil saja yang saya alami dan semuanya masih bisasaya atasi dengan mudah.


Wawancara bersama seorang seniman di daerah Sagan. Narasumber bernama Mono. Dia bukan merupakan orang asli Jogjakarta. Dia berasal dari Purworejo, Jawa Tengah. Alamat rumahnya di Purworejo adalah di daerah Baledono. Mas Mono lahir pada tanggal 12 Mei 1990. Sekarang di berusia 21 tahun.
Mono sudah menekuni bidang seni kurang lebih selama tujuh tahun. Dia memilihuntuk menekuni bidang seni itu daripada melanjutkan sekolah menuju jenjang yang lebih tinggi. Ibunya juga mengizinkan Mono untuk menguasai seni dan mengembangkan bakatnya. Mono mempelajari seni dari kakaknya. Kakaknya juga merupakan seorang seniman. Dia adalah seorang pelukis yang cukup mahir di bidangnya. Mono sangat giat saat belajar melukis dari kakaknya. Dia belajar kurang lebih selama lima bulan sehingga dia bisa menguasai kemampuannya dalam melukis. Awalnya dia memiliki kesulitan dalam belajar melukis. Namaun, dia tetap giat berlatih agar apa yang dia inginkan  dapat terwujud.

      3.      Analisis Kelompok

Yogyakarta merupakan salah satu kota tempat berkumpulnya sejumlah seniman dari berbagai daerah di Indonesia, yang telah membukakan cakrawala baru bagi mereka untuk mengembangkan berbagai kemungkinan dalam aktivitas berkesenian. Beberapa kesenian yang mereka jalani adalah seni lukis yang merupakan cabang dari seni rupa dan sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kain kanvas, kertas, papan, danbahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imajinasi tertentu kepada media yang digunakan.
Pada zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan karena terlalu kuatnya pengaruh keagamaan. Ilmu pengetahuan dianggap sihir di zaman itu, sehingga kontroversi pun berlaluan menghantam karya seni tersebut. Tekanan karya pun semakin merujam sehingga seni lukis semakin melenyapkan diri dari peradaban manusia. Pada perkembangannya kini seni klasik kurang diminati. Masyarakat lebih cenderung berminat ke seni modern.
Hal tersebut memang akibat yang tak bisa dihindari dari perkembangan teknologi yang begitu pesatnya. Kini banyak seniman yang telah beralih menuju seni digital; yakni seni yang menggunakan media komputer atau sebagainya dalam proses pembuatannya. Secara tidak langsung hal tersebut juga menyebabkan berkurangnya “lahan” mencari nafkah bagi para seniman. Contoh kongkretnya adalah Mono, salah satu narasumber kami. Secara implisit dari hasil wawancara kami ia ingin mengatakan bahwa jasa lukis wajah sudah berkurang banyak peminatnya. Dalam sehari ia belum tentu bisa memperoleh “order” dari pelanggan yang ingin dilukis wajahnya. Padahal ia dapat memperoleh rupiah yang tidak sedikitdari jasa yang ia tawarkan, yakni Rp 150.000,00 per lukisan.
Selain itu, tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap masa depan seseorang. Sebagai seorang yang tidak dapat menyelesaikan pendidikannya lebih lanjut, Mono tidak mempunyai banyak pilihan di dalam hidupnya. Andaikan ia dahulu memperoleh pendidikan hingga tingkat SMA atau SMK saja, ia mungkinbisa menjadi seorang desainer professional yang setidaknya mempunyai penghasilan tetap yang layak. Namun, apa boleh buat tuturnya. Pendidikan yang rendah ini telah menghantarkannya kepada pekerjaan yang tak menentu penghasilannya. Ia ingin sekali jika suatu saat nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih memuaskan dan menghasilkan.
Akan tetapi, hal itu hanya sebatas mimpi yang terbang jauh. Penantian itu tak membuat bingung hati Mono. Ia terus berjuang meniti karir di balik lukisan yang elok. Masalah pun sering datang, namun ia tetap bersyukur karena permasalahan tersebut tidak terlalu menyulitkannya dalam mencari solusi yang tepat. 
Tujuh tahun merupakan waktu yang tidak singkat untuk terus konsisten dalam mengggeluti pekerjaan ini. Akan tetapi, Mono memang orang yang tegar dan tabah. “Kadang-kadang tak ada pembeli”, tuturnya. Namun hal itu memang bukan hambatan karena sudah hukum alam jika ada resiko dalam penjualan jasa.

      4.      Penutup

Dari hasil wawancara dan analisis kelompok kami, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang di masa mendatang. Mono yang tidak tamat SMP tidak mempunyai banyak pilihan di dalam hidupnya. Ia terpaksa bekerja serabutan sebagai pelukis wajah dan pembuat pigura.
Sedangkan, Tri, seorang mahasiswa dapat memilih ketoprak sebagai seni yang ia sukai dan bergabung dengan kelompok Ketoprak Lesung Sastra Budaya. Sebagai orang berpendidikan, ia memang berhak untuk memilih jalan hidupnya. Tri memilih ketoprak untuk menyalurkan bakat seninya, tidak lebih (hingga saat ini). Keadaan ini memang sangat bertentangan dengan Mono yang mau tidak mau harus hidup dengan kondisi yang kurang layak.
Di samping itu, perkembangan seni yang ada di lingkungan kampus dan di luar kampus memang sangat kontras. Hal tersebut dibuktikan dengan berkembangnya kesenian ketoprak di Fakultas Ilmu Budaya. Sedangkan, di luar sana kesenian melukis, khususnya melukis wajah, seperti di ujung tanduk. Serbuan kesenian digital seakan telah menelan kesenian yang dibuat dengan tangan.
Pemerintah sebaiknya memperhatikan masyarakat kecil seperti Mono yang mendapat banyak kesulitan dalam hidupnya. Dengan kemampuan yang terbatas ia harus bersaing dengan derasnya kesenian digital. Pemerintah bisa membuat program penyuluhan melek teknologi bagi orang kecil seperti Mono agar tetap eksis dan dapat bertahan di zaman yang semakin tidak ramah bagi orang kecil ini.


Senin, 01 Oktober 2012

PENDIDIKAN; SOSOK PEJUANG TIADA HENTI



Incem; Sang Petualang Hebat Berbasis Semangat

Incem, itulah panggilan yang sering terucap di bibir teman-temannya kepada seorang wanita yang berasal dari pulau seberang ini, Lombok. Begitu jauh pula rantauannya menuju Djogjakarta. Dengan berbekal semangat yang tinggi, ia berani mengadu nasib untuk melanjutkan study di negeri orang. Sebagai orang yang asing ketika pertama kali menginjakkan kaki di Djogja, bukanlah hal yang mustahil untuk berkarya di tempurung orang lain. Dia bisa dikatakan sebagai wanita yang tangguh akan tantangan, oleh sebab kemampuannya dalam menaklukkan hutan belantara, terowongan bebatuan (goa),  dan aliran sungai yang begitu deras. Selain itu, ia juga aktif dalam expedisi-expedisi tertentu dalam membangun kualitas masyarakat terpencil.

            Incem atau dengan nama lengkap Sri Rahmawati ini adalah seorang aktivis sejati yang terlahir dari kecintaannya terhadap alam. “….saya aktif dalam kegiatan seperti ini sudah sejak SMA dulu….,demikianlah kurang lebih ungkapnya ketika di interview. Hal yang paling mengagumkan lagi adalah ia aktif di MAPAGAMA (Mahasiswa Pencinta Alam Gadjah Mada) semenjak pertama kali mengenyam pendidikan di UGM, yaitu pada tahun 2009 hingga sekarang. Mungkin, kata ‘bosan’ akan muncul di benak kita ketika berkecimpung di suatu instansi dengan jangka waktu yang cukup lama, apalagi tenaga, waktu, dan mungkin bahkan harta pun akan banyak terbuang karena aplikasi dari pada program-program instansi tersebut. Namun bosan bukan berarti kalah, karena bagi wanita ini kata ‘kalah’ tidaklah cocok untuk dirinya. Perjuangan akan selalu ada untuk menghancurkan sikap bosan yang ada dalam jiwanya.

            Selain sebagai wanita pencinta alam, ia juga aktif di berbagai organisasi atau instansi tertentu lainnya, seperti SEMATA WAYANG (Sekumpulan Mahasiswa Pencinta Wayang) pada tahun 2010 dan juga di KPTY (Komunitas Panjat Tebing Yogyakarta) pada tahun 2010 hingga sekarang. Memang, yang satu ini agak terdengar extreme, yang mana keberanian adalah kunci utama untuk memanjat ketinggian yang mencapai puluhan hingga mungkin ratusan meter. Akan tetapi, rasa takut itu pun kalah dan tidak mampu untuk mempengaruhi keberanian dan tekadnya. Sehingga pentingya, dari segi keberanian yang ia miliki, sangat perlu untuk dicontoh. Namun, hal keberanian tidak hanya dari segi petualangan, tapi ada juga dari sisi lain yang ada dalam kehidupan kita, seperti berani dalam bertanggungjawab, berani berbuat benar, berani menanggung resiko, dan sebagainya, tergantung dari keahlian kita untuk memanfaatkan keberanian tersebut. Akan tetapi pula, keberanian harus dibarengi dengan kebenaran dan mengundang banyak manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

            Ketika di interview lebih jauh lagi, ia pun bercerita mengenai salah satu program besar yang pernah dilakasanakan oleh MAPAGAMA, yaitu tepatnya pada bulan Juli 2011. Ini merupakan ekspedisi menuju sebuah desa percontohan selama kurang lebih dua puluh hari. Desa ini memberikan kontribusi yang besar dalam melestarikan simbol healthy human and nature. Desa ini juga merupakan salah satu desa penghasil kopi di Indonesia dan namanya pun mugkin agak terdengar asing di telinga banyak orang, yaitu Desa Bone-bone di Sulawesi Selatan. Selain namanya yang mungkin terdengar asing, program yang dijalankan pun lebih asing lagi karena desa ini adalah yang mungkin satu-satunya di Indonesia sebagai desa yang penduduknya dilarang untuk merokok. Jika melanggar pasti ada sanksi; salah satu yang sangat unik adalah ketika seseorang merokok dan ketahuan, maka ia akan dihukum dengan menyuruhnya berteriak di dalam masjid seraya mengatakan dengan lantang bahwa ia berjanji untuk tidak merokok lagi. Hal seperti ini mungkin agak lucu, tapi memberikan kontribusi yang besar bagi kesaehatan rakyat dan terlebih kenyamanan lingkungan alamnya.

            Dalam ekspedisi ini juga, mereka segenap crew  MAPAGAMA melaksanakan beberapa program penting yang telah dipersiapkan dengan matang sebelum keberangkatan. Program-program ini antara lain adalah petualangan, pengabdian pada masyarakat, dan penelitian.

            Wanita ini pun tidak hanya bercerita tentang semangatnya dalam dunia adventure, institusi , dan sociality. Akan tetapi, ia juga menoreh tinta-tinta kebijaksanaan bagi para pencinta alam yang seharusnya memberikan contoh dan semangat yang tinggi pada mereka generasi sekarang dan yang akan datang. “Harapan saya kepada kepada para pecinta alam, harus selalu konsisten dan sadar dalam setiap gerakan yang mereka lakukan dan harus memberikan contoh yang baik. Oleh karena, sering terjadi ketika para pecinta alam pergi mendaki gunung, mereka membuang sampah di gunung tersebut dan meninggalkannya begitu saja” begitulah kurang lebih tutur nasehat yang Incem utarakan. Hal seperti ini memang sering tidak disadari banyak orang, khususnya bagi sebagian pecinta alam itu sendiri. Jadi, alangkah seriusnya permasalahan ini jika tidak segera diperbaiki terutama berawal dari perbaikan diri masing-masing, agar nantinya hal seperti ini tidak menjadi tradisi turun menurun dalam ranah pecinta alam, khususnya. Selain itu juga, ia menegaskan bahwa agar para pemerintah bertindak tegas kepada para penindas alam dan pelaku ­illegal logging dengan tidak melupakan konsekuensinya. Dengan kata lain, selain menindak tegas, pemerintah juga harus menyiapkan lapangan pekerjaan yang layak agar mereka tidak kelabakan dalam mencari penghidupan.

            Demikianlah beberapa hal penting yang kiranya bisa kita petik dari tokoh seorang Incem yang dikenal dengan semangat dan kegigihannya dalam mencintai alam sekitar. Tidak lupa pula, agar kita senantiasa menyadari nasehat-nasehat yang telah ia utarakan agar kiranya nanti bisa menjadi pelajaran dan improvisasi dalam diri kita. Namun, ada lagi hal lain yang juga penting dan memang perlu kita pikirkan dan kita simpan dalam memori kita, agar apapun yang kita lakukan untuk masyarakat dan alam, tidaklah mengganggu konsentrasi kita pada hal lain yang mungkin juga penting bagi kita.